Sinopsis Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tentang Kisah Cinta yang Terhalang Kasta

Sinopsis Novel Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tentang Kisah Cinta yang Terhalang Kasta
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih sering disebut sebagai Buya Hamka merupakan pendakwah sekaligus sastrawan ternama di Indonesia. Salah satu karya Buya Hamka yang sangat populer adalah “Di Bawah Lindungan Ka’bah”, sebuah novel romansa tentang kisah cinta yang terhalang oleh adat dan budaya. Novel ini sudah diangkat menjadi sebuah film layar lebar dengan judul yang sama, yang dirilis pada tahun 2011 lalu. Lantas apa sebenarnya yang diceritakan di novel ini? Mari kita bahas.

Sinopsi Novel di Bawah Lindungan Ka’bah

Novel di bawah lindungan Ka’bah bercerita tentang perjalanan cinta Hamid dan Zainab. Sayangnya, perjalanan cinta mereka tidak berjalan mulus karena status sosial keduanya yang jauh berbeda. Diceritakan bahwa Hamid merupakan anak dari keluarga yang kaya raya. Status sosialnya yang tinggi membuat Hamid dan keluarga begitu dihormati masyarakat. Namun sayang, hal tersebut tidak berlangsung lama. Saat ayahnya jatuh miskin, kehidupan Hamid berubah 180 derajat. Semua harta kekayaan dan penghormatan yang selama ini dirasakan Hamid dan keluarganya tiba-tiba hilang seketika.

Dengan terpaksa keluarga Hamid memutuskan untuk pindah, meninggalkan segala kemewahan dan pindah ke sebuah gubuk kecil nun jauh di sana. Singkat cerita, ayah Hamid meninggal. Dan di usia empat tahun dalam keadaan yang serba kekurangan, Hamid sudah menjadi seorang anak yatim.

Dua tahun setelah kematian ayahnya, Hamid sudah mulai belajar memahami keadaan. Dia bertekad untuk membantu ibunya mencari nafkah dengan cara menjual kue buatan ibunya.
Salah satu pelanggan setia kue buatan ibu Hamid adalah Mak Asiah, istri dari H Ja’far, salah satu orang kaya di lingkungan tersebut. Suatu hari, Mak Asiah bertanya kepada Hamid terkait kehidupannya dan keluarganya. Hamid pun menceritakan semuanya. Cerita Hamid cukup menarik perhatian Mak Asiah, lantas dia meminta agar ibu Hamid berkunjung ke rumahnya.

Singkat cerita, pertemuan antara Mak Asiah dan ibu Hamid pun terjadi. Ternyata mereka cepat akrab, Mak Asiah menganggap Hamid dan ibunya seperti keluarganya sendiri. Saat usia Hamid menginjak tujuh tahun, dia disekolahkan oleh H Ja’far di sekolah yang sama dengan putrinya, Zainab.  Usia Zainab yang lebih muda dari Hamid membuat keduanya sangat akrab bahkan seperti kakak-beradik.

Setelah lulus SD, keduanya melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs alias MULO—sekolah menengah pertama di zaman kolonial Belanda. Sayang, setelah lulus MULO, dua sejoli ini harus terpisah oleh adat. Karena dalam adat Minang, perempuan seusia Zainab harus sudah dipingit, sementara Hamid masih bisa melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dia melanjutkan sekolah ke Sekolah Agama di Padang Panjang, dan masih dibiayai oleh H Ja’far.

Lama tak berjumpa dengan Zainab membuat Hamid gelisah. Dalam hati kecilnya dia menyimpan rasa cinta terhadap Zainab, namun perasaan itu tak diungkapkannya. Hamid merasa dirinya tak pantas untuk Zainab.

Singkat cerita, Hamid diminta oleh Mak Asiah untuk membujuk Zainab agar bersedia dinikahkan dengan saudara dari H Ja’far. Mendengar permintaan tersebut, Hamid bimbang. Namun akhirnya dia memberanikan diri untuk menyampaikan hal tersebut kepada Zainab. Namun apa yang terjadi, ternyata Zainab juga memiliki perasaan cinta yang sama kepada Hamid. Dia berkata bahwa dia hanya mencintai Hamid.

Situasi yang pelik ini membuat perasaan Hamid semakin tidak karuan. Akhirnya dia memutuskan untuk pergi ke Medan, lalu melanjutkan perjalanan ke tanah suci Mekkah. Sebelum pergi, Hamid memberikan sepucuk surat kepada Zainab. Dalam surat tersebut, Hamid berpesan agar Zainab mematuhi orang tuanya dan mau dinikahkan dengan calon pasangan yang sudah dipilih oleh ibunya.

Dua tahun berlalu, Hamid yang saat ini tinggal di Mekkah bertemu dengan Saleh, sahabat lamanya. Saleh bercerita bahwa Zainab masih menunggu dan selalu mencintai Hamid. Namun sayang, perasaan Hamid kembali dibuat hancur tatkala mendengar kabar bahwa pujaan hatinya sudah tiada.

Kepergian Zainab membuat Hamid terpuruk dan sakit. Di sisa umurnya dia melakukan Tawaf di depan Ka’bah, dan pada Tawaf ketujuh Hamid pun meninggal dunia.

Meskipun termasuk novel klasik, namun novel Di Bawah Lindungan Ka’bah masih sangat menarik untuk dibaca. Ceritanya kuat, dan ada banyak pelajaran yang bisa kita petik dari novel yang satu ini. Nah, jika kamu tertarik untuk membaca novel, kamu bisa mendapatkan beragam novel-novel pilihan di https://urpilibros.com. Sebuah toko buku dan novel yang menjual banyak koleksi novel populer.